Mencari
Akar Sempoa
Ummat Islam pernah
memelopori pengembangan pengetahuan matematika. Kini tertinggal jauh,
karena kurang pengembangan
Di Indonesia belakangan ini
meluas pengajaran Mental Aritmetika (MA), keterampilan berhitung di luar
kepala tanpa menggunakan alat hitung apapun. Mulanya keterampilan ini
dibentuk dari latihan anak menggunakan alat abakus. Di berbagai wilayah
berbeda namanya, akan tetapi orang banyak mengenalnya sebagai alat hitung
mekanik dari Cina. Meski ternyata abakus tidak mutlak dari sana. Bila
ditelusuri sejarahnya, sejak Mesir Kuno dan Mesopotamia, alat ini telah
dipergunakan sesuai dengan tingkat kecerdasan dan perkembangan budayanya
secara sederhana.
Dari Mesir Kuno,
Mesopotamia, Islam ke Soroban
Abakus paling tua ditemukan
di Mesopotamia di Pulau Salamis dan Hiroglif Fir'aun di Mesir. Mulanya
sebagai alat hitung yang sangat sederhana. Saat itu, manusia menciptakan
butiran-butiran dari tanah untuk mengganti setiap jari, dan dibuat jalur/galur
di tanah untuk menggantikan tangan sebagai pangkal jari. Butiran-butiran
tanah ini lah yang dalam bahasa Yunani disebut abax yang kemudian
terkenal dengan istilah `abacus'. Di Yunani Kuno juga digunakan butiran
tanah untuk berhitung, kendati belum jelas bentuk dan kuantitasnya.
Dalam perhitungan orang
Arab atau di dunia Islam, sejak abad ke 7, mereka menggunakan alat hitung
butiran dari batu atau dari biji-biji kurma. Sekarang, kita mengenalnya
dengan biji-bijian yang dirangkai dengan tali sebanyak 99 butir. Ada juga
yang sederhana terdiri 33 biji saja, yaitu sepertiga dari 99. Karena yang
dibutuhkan mereka hanya untuk menghitung tasbih: 33 subhanallah, 33 al-hamdulillah,
dan 33 Allahu akbar; sehingga jumlah yang biasa digunakan sejak saat itu
menjadi 99 butir saja. Juga dapat digunakan untuk menghitung Asmaul
Husna terdiri dari 99 nama suci Allah. Oleh karena itu, oleh orang
Timur Tengah biji-biji tersebut digunakan untuk bertasbih dengan nama
Masbah (alat untuk bertasbih). Dalam bahasa kita, alat tersebut dinamai
sesuai dengan fungsi spiritual ibadah yaitu tasbih sebagai alat berzikir.
Pada dasarnya, alat ini adalah alat menghitung. Orang Muslim menghitungnya
dengan cara menggeser-geserkannya satu persatu dari awal sampai akhir
sesuai kebutuhan. Dalam Islam alat hitung ini jumlah bijinya tidak
mengalami perkembangan. Yang berkembang adalah jenis bijinya saja yang
dapat terbuat dari berbagai biji-bijian, kayu, logam, bahkan batu mulia.
Bersamaan dengan menyebarluasnya Islam ke seluruh penjuru dunia, maka
tasbih pun tersebar ke seantero di mana ummat Islam berada.
Dalam perkembangan
pengetahuan di dunia Islam, bukanlah alat hitungnya melainkan lambang
angka tulisan (numeric symbols) . Perkembangan ini melengkapi
khazanah ilmu dengan revolusi membaca, menulis dan berhitung. Di dunia ini
tidak ada revolusi ilmu pengetahuan secepat yang dilakukan ummat Islam,
yakni dari dunia buta huruf menjadi melek huruf dan angka. Pada penganut
paham dan kepercayaan selain Islam pada kurun yang sama, hanya memberikan
kesempatan membaca menulis itu untuk kaum bangsawan dan tokoh agamanya
semata (great tradition). Sedang dalam Islam, sejak orang menjadi
seorang Muslim ia sudah diharuskan membaca dan menghitung siapapun
orangnya, termasuk orang kelas rakyat jelata sekalipun (little
tradition).
Karena perkembangan itu,
maka tidak aneh bila kebutuhan menghitung dengan angka pun meningkat. Tak
mengejutkan bila di tengah revolusi baca little tradition, ditemukan
angka-angka yang simpel dan mudah, itulah angka Arab di dunia Islam. Angka
nol (shifr zeroo) adalah sumbangan yang sangat besar bagi fondasi
dunia angka dan perhitungan. Angka shifr dilambangkan dari butiran biji
menjadi titik dalam lambang Arab dan bulat dalam evolusi angka berikutnya.
Semua angka yang ada sekarang ini berevolusi dengan sederhana dari angka
Arab asli.
Ditemukannya sistem
penomoran oleh orang Muslim itu pada gilirannya menggantikan angka yang
sudah lama digunakan orang, yaitu angka Romawi. Hal ini disebabkan karena
angka Romawi sangat sulit digunakan untuk menuliskan angka yang lebih
banyak. Sedangkan angka Arab lebih praktis, sehingga menjadi lebih hidup
dan fungsional. Meskipun orang Muslim pada mulanya mempelajari dan
menerjemahkan pengetahuan berhitung ini dari Romawi, tetapi penemuan besar
angka nol inilah awal dari revolusi sistem angka di dunia.
Khazanah ini kemudian
menyebar ke Eropa melalui perkembangan Islam di Spanyol, Sisilia, dan
Turki. Akan tetapi bentuk realitas empirik abakus tertinggal dalam
khazanah spiritual Muslim dalam bentuk tasbih seperti yang telah
disebutkan di atas. Yang berkembang ke Eropa dan seluruh dunia adalah
angka simbolnya seperti yang kita lihat sekarang. Sehingga bila
dihubungkan dengan penemuan perkembangan abakus internasional tidak
ditemukan perkembangan berikutnya tentang abakus Arab atau Islam, kecuali
tasbih yang telah menjadi alat spiritual ibadah itu.
Babilonia dan Mesopotamia
di Asia dikenal sebagai tempat ditemukannya abakus kuno. Mereka membuat
tradisi pengetahuan dan pemikiran rasional ke arah perhitungan yang
kemudian mengalir ke India dan Irak pada saat kemajuan zaman keemasan ilmu
pengetahuan Islam berkembang di sana. Dunia mendapat keuntungan besar dari
perkembangan pengetahuan di Bagdad, Damaskus, Spanyol, dan Sisilia dengan
simbol angka. Tidak menutup kemungkinan dari Babilon dan Mesopotamia ini
dengan simbol alat abakus berkembang ke Rusia dan Cina, sehingga mengabadi
di dua wilayah yang sekarang menjadi rujukan tempatnya abakus.
Abakus yang dipakai
di dunia sekarang yang paling populer adalah abakus Cina yang dikenal
dengan istilah sim suan. Karena dikenal sudah berabad-abad dan begitu
meluasnya di pakai oleh komunitas Tionghoa di mana saja di seluruh dunia,
abakus ini menjadi lebih populer namanya. Abakus Cina ini tidak sama
dengan abakus lainnya. Abakus ini pada tiang vertikal memiliki dua biji
yang bernilai lima di atas garis pemisah dan lima biji bernilai satuan
berada di bawah garis tersebut. Sampai sekarang, abakus seperti ini masih
terus dipakai dan tampaknya sebagai alat hitung konvensional Cina akan
terus digunakan.
Perlu diketahui, dalam
tradisi Arab penyebutan nama Cina adalah untuk wilayah-wilayah yang berada
di Timur Asia yang jauh dari Timur Tengah. Karakter yang dimiliki Cina
dalam pandangan Arab, yaitu kebudayaan tinggi dengan pengetahuan yang
berbasis huruf kanji seperti Cina sendiri, Korea, Jepang, Taiwan dan
Hongkong. Karena ketinggian budaya dan peradabannya inilah, Rasulullah
sempat menganjurkan untuk belajar ke negeri Cina. Tentunya jika sekarang
ini termasuk juga ke Jepang yang mengalami perkembangan pesat dalam
teknologi mereka.
Abakus Cina: Sim
Suan
Abakus yang juga masih
terus dipakai orang, adalah abakus Rusia yang memiliki biji sepuluh buah
dengan garis tiang vertikal ke pinggir.
Suatu inovasi muncul pada
Abad XX di “Cina” yang lain yang berada di Timur Asia bernama Jepang.
Di tempat ini ditemukan abakus yang lebih sedikit bijinya karena hanya ada
satu biji di atas garis pemisahnya dan di bawah terdapat lima, yang
selanjutnya menjadi empat biji saja, seperti yang sekarang sering kita
temukan yaitu abakus Jepang.
Orang Jepang menamai
abakusnya ini dengan soroban, dan karena itu dapat diklaim bahwa abakus
yang berbiji satu empat hanyalah Soroban (dan ada juga yang satu-lima,
ciri khas soroban adalah satu biji di atas). Nama-nama lain dari abakus
seperti simsuan, cipoa, swipoa, dan sempoa berbeda dalam bijinya serta
hanya menjadi alih bahasa dan lafal dari bahasa asli Cina.
Abakus menjadi
Mental Aritmetika
Operasi perhitungan
aritmetika yang asalnya hanya dengan cara menaikturunkan biji soroban
dengan tangan secara nyata, kemudian berkembang menjadi metode yang
dikenal dengan mental aritmetika (MA). Melalui metode ini, proses
perhitungan dilakukan dengan cara membayangkan menaikturunkan biji soroban
dalam imajinasinya. Oleh karena itu, soroban hanya digunakan sebagai alat
bantu awal, selanjutnya anak dapat berhitung di luar kepala. Pembentukan
ini dilakukan dengan latihan-latihan. Bagi anak yang berlatih metode ini,
berhitung menjadi suatu bentuk permainan dengan tanpa dibebani
membayangkan angka.
Soroban ditemukan sebagai
alat yang sedikit kendalanya untuk dibayangkan dalam memori singkat anak,
karena relatif mempunyai alternatif angka yang hanya satu saja. Bila
menggunakan abakus Cina 2-5, anak akan sulit membayangkan angka tertentu,
misalnya sepuluh (10). Angka tersebut dalam abakus Cina dapat digambarkan
dengan tiga alternatif; dengan dua biji di atas yang bernilai lima, atau
satu di atas (bernilai lima) dan lima biji di bawah, atau dengan satu biji
di tiang berikut tiang yang mewakili puluhan. Dengan demikian abakus Cina
tidak dapat dibayangkan dengan mudah, karena alternatif-alternatif
tersebut menyulitkan memori anak. Jadi hanya abakus Jepanglah yang dapat
digunakan untuk di memori dalam waktu singkat dan sangat sederhana. Karena
itulah alasan kenapa hanya abakus 1-4 saja yang berkembang dalam mental
aritmetika.
Masing-masing model abakus
memiliki keunggulan atau kekhasan dalam cara menghitung. Abakus Cina
dikenal karena kecepatan penggunanya dalam transaksi perdagangan. Abakus
Rusia setiap tiangnya memiliki sepuluh biji yang bernilai satuan, sehingga
tidak ada salah satu biji yang memiliki nilai lebih dari satu, seperti
satu biji di atas dalam abakus Cina dan Jepang sebagai angka bernilai
lima. Sedangkan abakus Jepang (soroban) memiliki keunggulan dapat
digunakan dalam mental aritmetika atau berhitung di luar kepala setelah
berlatih dengan soroban yang cukup. Atau juga dahulu disebut orang dengan
istilah mencongak.
Mental Aritmetika
di Eropa dan Indonesia
Setelah tampak kemajuan di
dunia Barat, dan juga setelah kekalahan perang dengan Sekutu, Jepang di
Timur muncul sebagai negara yang menjadi pesaing Barat. Jepang tampil
dengan percaya diri dalam baju budayanya sendiri sambil membawa prestasi
kemajuan IPTEK pesaingnya. Para peneliti ilmu pengetahuan Barat melihat
potensi yang dimiliki Jepang, salah satunya adalah tradisi belajar dengan
menggunakan MA yang diformulasikan dari Soroban. Secara diam-diam,
ternyata Barat juga mulai melirik metode pengajaran ini dan mulai tahun
1980-an mengadopsinya menjadi salah satu pengajaran alternatif. Yang
ternyata mendapat tempat yang bagus sebagai dasar untuk mempelajari
pengetahuan berikutnya, khususnya matematika.
Di Indonesia MA Sempoa
dikenal di kalangan orang Cina, dan baru dikenal masyarakat umum pada
tahun 1990-an untuk kalangan mereka sendiri. Sedang tanggapan masyarakat
Muslim Indonesia, umumnya masih acuh tak acuh. Besar kemungkinan karena
menganggapnya sebagai khazanah pengetahuan yang bukan miliknya, sebab
berasal dari Cina dan bukan merupakan tradisi Islam. Baru setelah beberapa
orang Muslim memperkenalkannya, timbul kepedulian untuk mengetahui hal ini.
Bahkan mulai memasuki TK al-Qur'an dan sekolah-sekolah Islam.
Penutup
Pendidikan MA menggunakan
soroban telah menjadi pendidikan internasional yang juga diterima di dunia
Barat dan Eropa. Bermula dari Jepang, ke Taiwan, Cina dan Korea dengan
basis intelektual berhuruf kanji (seperti Cina), kemudian menyebar ke
negara-negara sekitarnya sampai ke seluruh benua.
Pada Akhir abad ke-20 ini
sudah lebih dari 50 ribu Mental Aritmetika Center (MAC) di Jepang, dan
tiap 8 Agustus diperingati sebagai Hari Soroban. Di Korea kini terdapat 12
ribu MAC, 6 ribu MAC di Taiwan, dan 30 ribu sekolah model MA di Cina.
MA masuk ke Amerika Serikat
tahun 1975, termasuk juga ke Brazil, Meksiko, Filipina, Singapura dan
Malaysia. Baru pada tahun 1996 memasuki Indonesia dan belum ada sensus
berapa cabang yang ada di Indonesia.
Di berbagai negara seperti
Cina, Korea, Filipina, Hong Kong, dan Rusia, abacus sampai sekarang masih
dan sedang berkembang serta digunakan di dunia pendidikan dan bisnis
mereka. Sedangkan di Amerika Serikat, Brazil, Meksiko dan Tonga sedang
diperkenalkan di dalam kurikulum sekolahnya.
Sejumlah negara anggota
Internasional Abacus Assosiation (IAA) saat ini, seperti Jepang dan
Malaysia mewajibkan semua sekolah menggunakan ilmu MA Sempoa. Ada pula
yang masih mengadakan penelitian atau studi kelayakan untuk dimasukkan ke
dalam pendidikan formal seperti di Inggris, Kanada, Singapura, India,
Jerman, Francis, Italia, Belgia, Denmark, Norwegia, Spanyol, dan Swiss.
Bahkan yang terkhir di Inggris telah mencanangkan Math 2000 dalam
menyongsong MA dengan menghabiskan dana sebanyak 55 juta Pound Sterling
untuk memasukkannya ke dalam kurikulum sekolah.
Sumber : Majalah
Suara Hidayatullah November 2000
Kembali
ke atas